Pembuka: Bayang-Bayang
Kepercayaan yang Runtuh
Gereja di zaman ini
dihadapkan pada tantangan kepercayaan yang semakin terkikis. Banyak jemaat
kehilangan harapan karena gembala mereka tersandung kasus-kasus yang
menyakitkan. Di sisi lain, dalam konteks pemerintahan Indonesia, masyarakat
terus memperdebatkan figur pemimpin yang bisa diandalkan di tengah gelombang
populisme, korupsi, dan ketidakpastian hukum. Media sosial dipenuhi dengan
pertanyaan: Siapa yang benar-benar dapat kita percaya? Siapa yang bisa kita
jadikan tempat bersandar?
Di tengah
ketidakpastian ini, Alkitab mengingatkan kita akan janji seorang Raja yang
benar, yang akan memerintah dengan keadilan dan menjadi tempat perlindungan
bagi umat-Nya.
Janji Raja yang
Memerintah dengan Keadilan (Yesaya 32:1-8)
Yesaya menubuatkan
tentang seorang Raja yang akan memerintah dengan keadilan, sementara para
pemimpin-Nya akan berperan sebagai perlindungan bagi orang-orang yang lemah.
"Sesungguhnya, seorang raja akan memerintah menurut keadilan, dan
pemimpin-pemimpin akan memerintah menurut hukum yang benar" (Yesaya 32:1).
Dalam dunia politik saat ini, di mana banyak pemimpin lebih mementingkan
kepentingan pribadi dibanding kesejahteraan rakyat, gambaran Yesaya tentang
Raja yang benar terasa seperti oase di padang pasir.
Secara psikologis,
manusia memiliki kebutuhan mendasar untuk merasa aman dalam kepemimpinan. Teori
kepercayaan sosial dalam psikologi menyatakan bahwa masyarakat yang hidup di
bawah pemimpin yang adil lebih cenderung mengalami kesejahteraan mental. Sebaliknya,
ketika pemimpin berlaku semena-mena, kepercayaan runtuh, kecemasan meningkat,
dan ketidakpastian merajalela.
Filsafat politik
Aristoteles mengajarkan bahwa pemimpin yang ideal adalah mereka yang
mengutamakan keadilan dan kebaikan bersama. Hal ini sejalan dengan etika
kepemimpinan dalam Yesaya 32 yang menggambarkan pemimpin sebagai tempat
perlindungan, bukan ancaman.
Takut Akan Tuhan: Dasar
Keamanan Sejati (Amsal 14:26)
Di tengah
ketidakpastian politik dan gerejawi, Amsal 14:26 mengajarkan bahwa "Dalam
takut akan Tuhan ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi
anak-anak-Nya." Ini menegaskan bahwa pemimpin yang baik bukan hanya cakap
dalam kebijakan, tetapi juga takut akan Tuhan, sebab dari situlah lahir
kebijaksanaan sejati.
Dalam konteks
Indonesia, pemimpin yang benar-benar membawa kesejahteraan adalah mereka yang
tidak hanya berorientasi pada pencitraan, tetapi yang mengakar dalam prinsip
kebenaran. Sayangnya, sering kali kita terjebak dalam pragmatisme
politik—memilih pemimpin yang terlihat kuat, tetapi mengabaikan integritas
mereka.
Psikologi moral
menekankan bahwa integritas adalah kunci utama dalam membangun kepercayaan
sosial. Gereja, dalam hal ini, memiliki peran untuk menjadi suara profetik yang
mengingatkan bahwa kepemimpinan yang sejati harus berakar pada nilai-nilai
ketuhanan dan moralitas yang kokoh.
Air Mata Raja yang
Ditolak (Lukas 13:32-35)
Yesus sendiri mengalami
penolakan sebagai Raja yang sejati. Dalam Lukas 13:34, Ia meratap,
"Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan
batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan
anak-anakmu, seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya,
tetapi kamu tidak mau."
Gambaran ini
menunjukkan hati seorang pemimpin yang sejati: bukan haus kekuasaan, tetapi
rindu melindungi dan mengasihi. Namun, sering kali manusia lebih memilih
pemimpin yang kuat secara duniawi daripada pemimpin yang benar secara ilahi.
Dalam konteks gereja,
banyak komunitas lebih terfokus pada pencitraan dan ekspansi daripada pemuridan
yang sejati. Banyak pemimpin gereja yang lebih mementingkan kepopuleran
daripada karakter Kristus dalam pelayanan mereka. Akibatnya, gereja kehilangan
kekuatannya sebagai tempat perlindungan dan harapan bagi dunia.
Dalam konteks
pemerintahan, rakyat sering kali terjebak dalam siklus harapan dan kekecewaan
terhadap pemimpin yang mereka pilih. Politik sering kali menjadi arena
pragmatisme tanpa nilai moral. Namun, Yesus menunjukkan bahwa kepemimpinan
sejati adalah kepemimpinan yang rela berkorban dan melayani.
Penutup: Bersandar pada
Raja yang Benar
Di dunia yang semakin
kacau ini, kita membutuhkan Raja yang sejati untuk bersandar. Yesus adalah Raja
yang adil, yang takut akan Tuhan, dan yang mencurahkan kasih-Nya bagi umat-Nya.
Dialah satu-satunya yang dapat dipercaya sepenuhnya.
Gereja harus kembali
kepada panggilan awalnya: menjadi suara kebenaran dan keadilan di tengah dunia
yang gelap. Pemerintah, dengan segala tantangannya, membutuhkan pemimpin yang
takut akan Tuhan dan mengutamakan keadilan.
Pertanyaannya sekarang:
kepada siapa kita benar-benar bersandar? Apakah kita akan tetap mengejar
pemimpin duniawi yang terlihat kuat tetapi tidak memiliki keadilan sejati? Atau
kita akan bersandar kepada Raja yang benar, Yesus Kristus, yang menawarkan perlindungan
sejati bagi kita?
Keputusan ada di tangan
kita.
Komentar
Posting Komentar