Yesus Kristus, sebagai Anak
Manusia, mengalami berbagai pencobaan selama pelayanan-Nya di dunia. Dalam
Lukas 9:21-27, Yesus menubuatkan penderitaan yang harus Ia alami: "Anak
Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam
kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari
ketiga" (Lukas 9:22). Pemberitahuan ini mengejutkan para murid, yang masih
berharap akan Mesias sebagai raja yang datang dalam kemuliaan tanpa
penderitaan. Namun, Yesus menegaskan bahwa jalan menuju kemuliaan tidak
terlepas dari salib.
Penderitaan Yesus dan
Panggilan Mengikuti-Nya
Yesus tidak hanya menubuatkan
penderitaan-Nya sendiri, tetapi juga menegaskan bahwa setiap orang yang ingin
mengikut-Nya harus menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti-Nya (Lukas
9:23). Ini bukan sekadar ajakan untuk menjalani kehidupan yang sulit, tetapi
suatu undangan untuk hidup dalam kebenaran meskipun harus menghadapi tantangan
besar. Dalam konteks ini, penderitaan bukanlah beban yang tak tertahankan,
melainkan bagian dari proses kehidupan yang membawa kita pada kesenangan sejati
dalam Kristus.
Penulis Surat Ibrani meneguhkan
pemikiran ini dengan menyerukan agar kita merenungkan penderitaan Yesus:
"Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang hebat
terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi
lemah dan putus asa" (Ibrani 12:3). Yesus telah mengalami penghinaan,
penolakan, dan penderitaan, tetapi Ia tetap setia dalam Karya PenebusanNya bagi
semua manusia. Dengan demikian, setiap pengikut Kristus dipanggil untuk
meneladani-Nya, tidak menyerah dalam menghadapi pencobaan, dan tetap berpegang
pada iman.
Penderitaan yang Mengarah
kepada Kemenangan
Jeremia 46:17-24 menggambarkan
kekalahan dan kehancuran Firaun serta pasukannya, yang melambangkan kekuatan
duniawi yang pada akhirnya tidak mampu bertahan melawan kuasa Tuhan. Ayat-ayat
ini memberi gambaran bahwa sistem dunia ini, yang sering kali menindas dan
menciptakan penderitaan bagi orang benar, tidak akan bertahan selamanya. Nubuat
ini dapat kita lihat sebagai janji bahwa penderitaan bukanlah akhir dari
perjalanan iman kita, melainkan bagian dari proses menuju kemenangan dalam
Kristus.
Sebagaimana bangsa Israel
mengalami banyak tantangan dalam perjalanan mereka menuju tanah perjanjian,
demikian pula orang percaya dipanggil untuk tetap berpegang teguh pada iman di
tengah pencobaan. Dalam sejarah, kita melihat bagaimana orang-orang kudus
menghadapi penderitaan dengan keberanian, karena mereka memahami bahwa
kesulitan bukanlah hukuman, melainkan kesempatan untuk semakin bergantung pada
Tuhan.
Menghindari Sistem Feodal:
Penderitaan dalam Terang Kasih
Salah satu tantangan dalam
memahami penderitaan Kristen adalah bahaya jatuh dalam sistem feodal, yang
menempatkan penderitaan sebagai alat kontrol atau penindasan. Namun, Yesus
tidak datang untuk memperbudak manusia dalam penderitaan, melainkan untuk membebaskan
mereka ke dalam kebenaran yang sejati (Yohanes 8:32). Penderitaan dalam Kristus
bukanlah beban yang dipaksakan oleh kekuasaan dunia, tetapi proses pembentukan
karakter dalam iman, kasih, dan pengharapan.
Banyak orang Kristen di sepanjang
sejarah telah menghadapi penganiayaan, tetapi di tengah penderitaan, mereka
tetap menemukan sukacita. Paulus menegaskan bahwa penderitaan membawa
ketekunan, ketekunan menghasilkan tahan uji, dan tahan uji menumbuhkan pengharapan
yang tidak mengecewakan (Roma 5:3-5). Ini berarti bahwa penderitaan dalam
Kristus selalu berujung pada kehidupan yang lebih penuh, karena di dalam-Nya
ada pengharapan yang pasti.
Selain itu, kita juga melihat
bagaimana penderitaan bisa menjadi alat untuk memperdalam relasi dengan sesama.
Orang-orang percaya yang mengalami penderitaan bersama sering kali memiliki
solidaritas yang lebih kuat. Dalam komunitas Kristen, penderitaan yang
dibagikan dapat menjadi sumber kekuatan dan penghiburan. Oleh karena itu,
daripada melihat penderitaan sebagai hukuman, kita harus melihatnya sebagai
sarana untuk memperkuat iman dan komunitas kita.
Kesimpulan: Salib dan
Kemuliaan
Penderitaan Yesus bukanlah
kekalahan, tetapi jalan menuju kebangkitan dan kemuliaan sebagai karya
Penebusan dari Tuhan untuk manusia. Demikian pula, penderitaan yang dialami
oleh orang percaya bukanlah tanda kehancuran, tetapi bagian dari perjalanan
menuju kesenangan dalam Kristus. Oleh karena itu, ketika menghadapi tantangan,
kita dipanggil untuk menatap kepada Yesus, mengingat ketekunan-Nya, dan
menemukan penghiburan dalam janji-Nya bahwa barangsiapa kehilangan nyawanya
karena Dia, akan memperolehnya kembali dalam kemuliaan kekal (Lukas 9:24).
Sebagai orang percaya, kita tidak
hanya dipanggil untuk menanggung penderitaan dengan sabar, tetapi juga untuk
melihatnya sebagai bagian dari panggilan kita dalam Kristus. Dalam penderitaan,
kita menemukan pemurnian, pertumbuhan, dan pengharapan yang tidak akan pernah
mengecewakan. Marilah kita tetap berpegang pada iman dan mengarahkan pandangan
kita kepada Yesus, yang telah lebih dulu menang atas penderitaan sebagai karya
penebusan bagi manusia.
Komentar
Posting Komentar