Perubahan
adalah bagian tak terelakkan dalam perjalanan iman. Sejak awal berdirinya,
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) telah mengalami berbagai transformasi, baik
dalam pemahaman teologis maupun praksis pelayanannya. Kini, GBKP kembali
mengubah wajahnya. Jika dahulu ia menyebut dirinya sebagai "Kawan Sekerja
Allah," kini ia menegaskan identitasnya sebagai "GBKP sebagai
keluarga Allah dalam persekutuan dengan Allah Trinitas sebagai sumber
persekutuan yang mewujud dalam persekutuan anggota Runggun yang diutus ke dalam
dunia untuk mengerjakan misi Allah." Perubahan ini bukan sekadar
pergantian istilah, tetapi cerminan dari pemahaman yang lebih mendalam tentang
hakikat gereja. GBKP tidak lagi hanya melihat dirinya sebagai mitra dalam
pekerjaan Allah, tetapi sebagai keluarga—sebuah komunitas yang hidup dalam
kasih, pemeliharaan, dan anugerah-Nya.
Sebagai
gereja dalam tradisi teologi Reformed (Calvinis), GBKP menata pelayanannya
dalam sistem Presbiterial Sinodal yang menekankan kepemimpinan
kolektif-kolegial. Sistem ini menjadikan para presbiter bukan sekadar
pemimpin administratif, melainkan gembala bagi jemaat, memastikan bahwa setiap
anggota diperhatikan dan dirawat secara rohani. Dengan wajah barunya, GBKP
tidak sedang menggantikan sistem yang telah ada, melainkan memperkaya
pemahamannya. Gereja tidak hanya dipandang sebagai lembaga yang mengatur umat,
tetapi sebagai rumah bersama, tempat di mana setiap anggota mengalami kasih
Allah yang nyata.
Gambaran
tentang gereja sebagai keluarga Allah bukanlah sesuatu yang baru. Yohanes
Calvin, dalam pemikirannya, menegaskan bahwa gereja adalah tubuh Kristus yang
hidup, tempat di mana setiap anggota memiliki peran dalam membangun iman dan
menguatkan satu sama lain. Gereja bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga ruang
persekutuan yang nyata. Calvin meyakini bahwa Allah tidak pernah menghendaki
gereja menjadi institusi yang kaku dan penuh penghukuman. Sebaliknya, gereja
harus menjadi tempat perlindungan dan pembinaan bagi setiap orang yang mencari
Allah. Dengan memahami gereja sebagai keluarga Allah, GBKP semakin menegaskan
panggilannya untuk menjadi rumah yang terbuka bagi semua orang, di mana setiap
individu dirangkul dalam kasih dan kebenaran.
Salah
satu perubahan paling mencolok dari wajah baru ini adalah hilangnya
istilah-istilah yang berkaitan dengan hukuman dan pengeluaran keanggotaan.
Gereja tidak lagi menjadi ruang yang hanya menyoroti kesalahan dan kelemahan
manusia, tetapi berubah menjadi tempat pemulihan, di mana kasih dan belas kasih
Allah dinyatakan secara nyata. Kesadaran ini membawa gereja kepada pengakuan
bahwa belas kasih Allah tidak dapat dibatasi oleh aturan manusia. Ini bukan
hanya keputusan administratif, tetapi sebuah pernyataan iman yang sungguh
mengharukan hati. GBKP kini lebih menekankan rekonsiliasi daripada eksklusi,
lebih mengedepankan pemulihan daripada penghukuman. Langkah besar ini
mengingatkan kita bahwa misi gereja bukanlah untuk menghukum, tetapi untuk
membawa setiap orang semakin dekat kepada kasih Allah.
Perubahan
wajah GBKP ini akan menjadi nyata setelah pengesahan dalam Sidang Sinode.
Sebagai jemaat, bagaimana kita menantikan dan mendukung perubahan ini? Kita
dapat memulainya dengan doa, memohon agar transformasi ini benar-benar berakar
dalam kehendak Allah dan membawa dampak nyata bagi kehidupan jemaat. Kita juga
diajak untuk memiliki keterbukaan hati, menerima bahwa perubahan ini bukan
hanya keputusan organisatoris, tetapi sebuah panggilan untuk hidup dalam
semangat persekutuan yang lebih erat. Lebih dari itu, setiap anggota jemaat
dipanggil untuk terlibat aktif, menjadikan diri sebagai bagian dari keluarga
Allah yang nyata dalam tindakan dan kasih, baik dalam gereja maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam
refleksi yang lebih mendalam, perubahan ini mengingatkan kita bahwa Tata Gereja
bukanlah sekadar perangkat hukum yang kaku, melainkan sarana pembentukan
rohani. Pemazmur menggambarkan rotan bukan sebagai alat penghancur, melainkan
alat didikan bagi umat. GBKP kini menempatkan tata gereja sebagai sarana
mendidik jemaat dalam kasih dan kebenaran, bukan sebagai alat penghukuman yang
mencabut seseorang dari persekutuan.
GBKP
sedang mengubah wajahnya—bukan untuk meninggalkan masa lalu, tetapi untuk
menapaki masa depan yang lebih dekat dengan hati Allah. Gereja ini bergerak
dari paradigma kerja menuju paradigma keluarga, dari institusi menuju komunitas
yang penuh kasih. Sebagai anggota tubuh Kristus, kita semua dipanggil untuk
menyambut perubahan ini dengan iman, harapan, dan kasih. Dalam keluarga Allah,
tidak ada yang terbuang, tidak ada yang tersisih. Semua dipanggil untuk
mengalami dan membagikan kasih yang tanpa batas. Ini bukan sekadar perubahan
istilah, tetapi sebuah undangan bagi kita semua untuk hidup sebagai bagian dari
keluarga Allah yang sejati. Bagaimana kita akan menanggapinya?
Komentar
Posting Komentar