Beginilah Kematian Yesus Refrensi Tambahan Khotbah Jumat Agung GBKP

 


Hari itu, langit Yerusalem menjadi saksi dari momen yang membelah sejarah. Tengah hari—saat matahari seharusnya bersinar paling terang—justru kegelapan turun menyelimuti seluruh negeri (Markus 15:33). Dunia menjadi kelabu, seperti turut berkabung atas sebuah peristiwa yang tak dapat dijelaskan dengan logika manusia: Sang Anak Allah tergantung di kayu salib.

Namun jangan salah. Ini bukan sekadar tragedi kemanusiaan. Ini bukan hanya kisah seorang guru yang dibenci, dikhianati, dan dihukum mati. Ini adalah inti dari rencana keselamatan Allah. Beginilah kematian Yesus. Dan beginilah hidup baru dimulai.

Tubuh-Nya yang terhancur, bukan karena dosa-Nya

Sebelum Yesus digantung di kayu salib, Ia disesah terlebih dahulu. Matius 27:26 mencatat bahwa Yesus dicambuk dan diserahkan untuk disalibkan. Cambuk Romawi bukan cambuk biasa—ia dilapisi tulang dan logam yang dirancang untuk mencabik kulit dan otot. Ini adalah puncak penghinaan terhadap pribadi yang tak bersalah. Namun Yesus tidak melawan. Ia diam. Seperti yang sudah dinubuatkan dalam Yesaya 53:

"Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan... sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggung-Nya, dan kesengsaraan kita yang dipikul-Nya... tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita..." (Yes. 53:3-5)

Yesus tidak mati karena kekuatan Roma. Ia tidak mati karena kuasa Sanhedrin. Ia menyerahkan nyawa-Nya karena rencana Bapa, yang sejak semula telah menetapkan jalan keselamatan bagi manusia yang terhilang.

Mengapa harus semengerikan itu?

Dalam teologi Calvinis, keselamatan adalah inisiatif Allah yang sepenuhnya berdaulat. Karena manusia mati dalam dosa (Efesus 2:1), tidak ada kemampuan dalam diri manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Solusinya hanya satu: Allah sendiri harus turun tangan.

Namun, karena Allah adalah adil, dosa tidak bisa diabaikan. Upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Maka, Yesus harus menjadi pengganti yang sempurna—menggantikan umat pilihan-Nya untuk menanggung murka Allah yang adil.

"Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: 'Eloi, Eloi, lama sabakhtani?' Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Markus 15:34)

Kalvinis menyebut momen ini sebagai penebusan yang efektif (limited atonement): Yesus tidak mati untuk "mungkin menyelamatkan siapa saja", tetapi pasti menyelamatkan mereka yang telah dipilih-Nya sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:4-5). Saat Yesus berteriak dalam kegelapan, Ia sedang mengalami keterpisahan dari Allah—bukan karena kesalahan-Nya, tetapi karena dosa kita yang dipikul-Nya.

Keselamatan: bukan dari usaha, tetapi dari anugerah

Keselamatan dalam kerangka Calvinis adalah kasih karunia murni (sola gratia). Tidak ada kontribusi manusia. Bahkan iman pun adalah karunia (Efesus 2:8-9). Melalui kematian Kristus, umat pilihan-Nya tidak hanya diampuni, tetapi juga dimampukan untuk hidup baru. Roh Kudus membangkitkan hati yang mati, memberikan iman, dan menuntun ke dalam kekudusan. Kematian Kristus adalah kunci yang membuka hati yang terkunci.

Dan tepat setelah Yesus menyerahkan nyawa-Nya, tirai Bait Suci terbelah dua dari atas ke bawah (Markus 15:38). Tanda bahwa akses kepada Allah yang kudus kini terbuka bukan oleh ritual, tetapi oleh darah Anak Domba.

Respons kita: tunduk, berserah, dan menyembah

Kematian Yesus bukan hanya untuk direnungkan, tetapi untuk dihidupi. Seorang kepala pasukan Romawi yang menyaksikan peristiwa itu pun tersungkur dan berkata: "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!" (Markus 15:39). Ini adalah pengakuan yang lahir dari hati yang tercerahkan.

Apakah kita, hari ini, masih tergerak oleh salib?
Apakah kita menyadari bahwa kematian Yesus bukan sekadar peristiwa masa lalu, tetapi fondasi hidup kita sekarang?

Penutup

Beginilah kematian yang membawa hidup.
Beginilah kasih yang menanggung murka.
Beginilah keadilan yang dipenuhi oleh pengganti.
Beginilah keselamatan yang tidak dapat dibeli, hanya dapat diterima dengan syukur dan iman.

Hari ini, jika engkau mendengar suara salib itu, jangan keraskan hatimu. Sebab salib bukan sekadar lambang agama, melainkan jalan Allah yang tak terduga namun sempurna.

"Oleh bilur-bilur-Nya, kita menjadi sembuh..." (Yesaya 53:5)

 

Komentar