Yesus Telah Memberikan Teladan Refrensi Tambahan Khotbah Kamis Sibadia GBKP



Malam itu sunyi, namun udara dipenuhi ketegangan yang tak terlihat. Di ruang atas yang sederhana, Yesus duduk bersama dua belas murid-Nya untuk makan malam Paskah. Bagi orang Yahudi, ini adalah tradisi tahunan yang sarat makna. Namun malam itu, sesuatu yang lebih dalam akan terjadi. Tidak ada yang menyangka bahwa perjamuan itu adalah yang terakhir—dan akan menjadi warisan yang hidup bagi umat manusia sepanjang masa.

Yesus tahu bahwa saat-Nya telah tiba. Yohanes mencatat dengan puitis dan penuh getaran:

"Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya." (Yohanes 13:1)
Itulah latar dari semua yang akan terjadi: kasih yang tanpa syarat, kasih yang terus mencurahkan diri, bahkan ketika pengkhianatan sudah dekat.

Pembasuhan Kaki: Saat Tuhan Berlutut

Tiba-tiba, Yesus bangkit dari meja. Ia melepaskan jubah-Nya, mengambil sehelai kain, menuangkan air ke baskom, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya. Satu per satu. Diam-diam. Teliti. Tanpa kecuali.

Itulah saat ketika Sang Pencipta menyentuh debu ciptaan-Nya.

Tangan yang pernah mencipta langit dan bumi kini menyentuh kaki yang kotor. Yesus tidak memilih untuk berkhotbah atau mendemonstrasikan mukjizat dalam momen terakhir-Nya bersama para murid. Ia justru memilih tindakan yang paling rendah—pekerjaan seorang hamba.

Petrus kebingungan. Ia menolak, merasa tak layak. Namun Yesus berkata,

“Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.” (Yohanes 13:8)

Dengan itu, Ia menyatakan sesuatu yang sangat mendalam: relasi dengan Kristus tidak dibangun di atas prestasi, tapi pada kerelaan untuk disentuh, dibersihkan, dan dilayani oleh-Nya.

Sebuah Teladan, Bukan Sekadar Tindakan

Yesus kemudian duduk kembali dan berkata:

“Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yohanes 13:15)

Di sini kita melihat inti dari pelayanan Kristen: bukan pencarian kekuasaan, tetapi teladan kasih yang konkret. Teladan yang bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk ditiru.

Teladan Yesus tidak bersuara keras, tetapi berbicara melalui tindakan. Ia tidak hanya mengajarkan kasih—Ia mewujudkannya. Dalam dunia yang sering mengukur nilai seseorang dari pencapaian, Yesus mengajarkan nilai sejati melalui pelayanan.

Perjamuan: Kasih yang Dibagikan

Setelah pembasuhan kaki, perjamuan pun dilanjutkan. Yesus memecahkan roti, memberikan anggur, dan mengucapkan kata-kata yang mengguncang sejarah:

“Inilah tubuh-Ku… inilah darah-Ku…”

Ia sedang menubuatkan salib, di mana tubuh-Nya akan dipecahkan dan darah-Nya tercurah demi keselamatan dunia. Namun lebih dari itu, Ia sedang membentuk satu komunitas yang hidup dalam kasih dan pengorbanan.

Perjamuan bukan hanya ritual—itu adalah gaya hidup. Setiap kali kita memecahkan roti dan membagikan kasih kepada sesama, kita sedang menghidupi warisan Kamis “simbelin”.

Getsemani: Teladan Ketaatan dalam Ketakutan

Setelah makan malam, Yesus pergi ke taman Getsemani. Di sanalah Ia berdoa dalam pergumulan yang mendalam, hingga peluh-Nya menetes seperti darah. Ia tahu bahwa jalan di depan-Nya penuh penderitaan. Namun Ia memilih taat:

“Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang jadi.”

Yesus tidak hanya memberikan teladan kasih, tetapi juga teladan ketaatan. Ketaatan yang lahir dari relasi dengan Bapa, bukan karena paksaan. Dalam dunia yang sering mendorong kita untuk memilih yang nyaman, Yesus menunjukkan bahwa jalan salib adalah jalan sukacita yang sejati.

Perenungan: Maukah Kita Mengikuti Teladan Itu?

Amsal 25:13 memberikan gambaran yang indah:

“Seperti kesejukan salju di musim panen, demikianlah orang yang setia membawa kabar baik...”

Yesus adalah kesejukan itu. Di tengah dunia yang panas oleh ambisi dan kebisingan ego, Ia datang sebagai hamba yang membawa kabar baik—bukan dengan suara gemuruh, tetapi dengan tangan yang membasuh.

Dan Zefanya mengajak kita untuk menanggapi:

“Carilah TUHAN, hai semua orang yang rendah hati... carilah keadilan, carilah kerendahan hati...” (Zefanya 2:3)

Di Kamis “Sibadia” ini, kita tidak hanya diundang untuk mengenang. Kita diajak untuk memeriksa diri:

  • Apakah aku bersedia merendahkan diriku seperti Yesus?
  • Maukah aku membasuh kaki sesamaku, bukan dengan air, tapi dengan pengampunan, pengertian, dan pelayanan?
  • Sudahkah aku duduk dalam perjamuan kasih, atau aku masih berdiri di luar karena gengsi dan kesombongan?

Yesus telah memberikan teladan. Bukan untuk kita puji dari kejauhan, tetapi untuk kita ikuti dari dekat.

Dan seperti yang Yesus katakan:

“Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.” (Yohanes 13:17)

Selamat merayakan Kamis “Sibadia”. Kiranya hati kita makin dibentuk oleh kasih yang membasuh, bukan menghakimi. Karena di situlah kita benar-benar menjadi murid-murid-Nya.

Komentar